07/08/09

AIR MATA RASULULLAH SAW

AIR MATA RASULULLAH SAW

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru-seru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkan ayahku sedang demam.” Kata Fatimah yang membalikan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku ?”
“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya.” Tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut.” Kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini. “Jibril jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah ?” tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu.” Kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah SWT berfirman kepadaku: ‘kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya.’.” Kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”

Perlahan Rasulullah mengaduh, Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril ?“ tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

“Siapakah yang sanggup melihat kekasih Allah direnggut ajal.” Kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar mengaduh, karena sakit yang tak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan ada pada umatku.” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati. Wa maa malakat aimaanuku –peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”

Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telingannya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii, Ummatii, Ummatiii” – “umatku, umatku, umatku”

Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya ?
Allahumma shali ‘alaa Muhammad wa baarik wa sallim ‘alaih. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.


* usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang menyayangimudi dunia. Tapi gelisahlah apabila dibenci Allah swt karena tiada lagi yang mengasihimu di akhirat

2 komentar:

pesannya tentu saja bagus dan berguna.
tapi berikan sentuhan pribadi atau personal touch, tdk hanya sekedar mengutip!
nice work!

Amin... bari jeung urang can maca naon isina hee

Posting Komentar